Blog Bumdes.id

Dihadapan Mahasiswa Faperta UNS, Rudy Suryanto Bicara Peran Milenial dalam SDGs Desa.

Hari pertama pemberlakukan PPKM Darurat, Sabtu 3 Juli 2021 oleh Pemerintah Republik Indonesia yang mewajibkan seluruh pembelajaran di tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi secara daring, membuat seluruh acara baik perkuliahan hingga konferensi dilakukan secara online melalui aplikasi zoom. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian UNS Surakarta hari sabtu ini mengadakan Community Development Summit (COMDES) yang diikuti 300-an peserta dari seluruh Fakultas Pertanian UNS.

Konferensi ini bertujuan memberikan wawasan dan pemahaman bagi mahasiswa mengenai pemberdayaann masyarakat dan pendampingingan desa secara berkelanjutan. Acara ini juga bertujuan meningkatkan softskill dan perencanaan program bagi pengurus BEM, UKM dan mahasiswa yang mengelola desa binaan di bawah pengelolaan BEM Fakultas Pertanian UNS. Salah satu concern yang cukup diperhatikan oleh BEM Faperta UNS adalah agar masyarakat benar-benar bisa memahami objek desa pendampingan dan nantinya ketika mahasiswa-mahasiswa lulusan Faperta UNS lulus dan kembali ke desa dapat melakukan pemberdayaan yang lebih luas.

Moderator Konferensi BEM Faperta UNS

Salah satu pemateri yang diundang hadir untuk berbicara adalah Sekretaris Jenderal Forum Bumdes se-Indonesia yang juga Founder Bumdes.id, Rudy Suryanto. Pada kesempatan konferensi ini, Rudy Suryanto diminta BEM Faperta UNS untuk berbicara mengenai peranan penting generasi milenial dalam melembagakan dan mengembangkan SDGs Desa. SDGs Desa sendiri merupakan akronim dari Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu perencanaan pengelolaan jangka panjang pembangunan desa yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam menerjemahkan arahan Presiden Joko Widodo untuk memberikan stimulus struktur ekonomi baru di pedesaan.

Salah satu langkah penting penerjemahan SDGs Desa adalah adanya peningkatan kapasitas (scale up) sumber daya manusia di pedesaan untuk memahami teknologi informasi, memahami mata rantai (block chain) dalam pengembangan sektor-sektor unggulan pedesaan sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di desa secara berkelanjutan. Sebagai bagian dari generasi yang peduli dengan perkembangan desa, maka BEM Faperta UNS mengundang Rudy Suryanto yang berpengalaman dalam mendampingi dan mengembangkan desa-desa di seluruh Indonesia terutama dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Rudy sendiri mempunyai keahlian di bidang sistem informasi, manajemen dan kelembagaan terutama dalam mensukseskan BUMDes-BUMDes yang mati suri.

Jika Anda pernah membaca mengenai keahlian Sandiaga Uno dengan perusahaan Saratoga Capital yang membeli perusahaan-perusahaan sakit kemudian dibeli dan diambil alih, didampingi dan dikembangkan hingga maju lalu kemudian dijual. Maka Rudy Suryanto juga memiliki keahlian serupa di bidang BUMDes dan Desa. Rudy adalah mastermind di bidang BUMDes dan Desa yang mencetuskann ide dan gagasan mengenai Peta Jalan BUMDes, menemukan sistem informasi dan teknologi digitalisasi di pedesaan serta menemukan skala indikator pemetaan kesehatan BUMDes dari yang sakit hingga sehat sehingga nantinya mudah untuk didampingi.

Pekerjaan dan keahlian Rudy Suryanto mirip dengan Sandiaga Uno. Rudy mendampingi BUMDes dan desa untuk memetakan masalah yang dihadapi, mengidentifikasi potensi-potensi dan kelebihan yang bisa dijual atau diolah, kemudian memberikan pendampingan di bidang tata kelola organisasi, kelembagaan, pengembangan unit usaha hingga desa/BUMDes tersebut benar-benar mandiri. Tak kalah menariknya, pendampingin ini juga akan melibatkan mengenai pemahaman hukum mengenai dasar-dasar hukum perkembangan desa/BUMDes yang meliputi pemahaman UU Desa, UU Cipta Kerja hingga Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Desa.

Kepakaran inilah yang membuat BEM Fakultas Pertanian UNS mengundang Rudy Suryanto untuk berbicara di hadapan ratusan mahasiswa Fakultas Pertanian UNS mengenai peran generasi milenial dalam mensukseskan SDGs Desa, dengan artian secara sebenarnya bagaimana mewujudkan mahasiswa Pertanian mampu memahami secara komprehensif masalah-masalah di pedesaan dari para praktisi.

Pada kesempatan ini Rudy Suryanto mengingatkan kembali kepada generasi milenial bahwa pandemi ini jangan dilihat secara negatif semata. Tetapi harusnya dipandang sebagai momentum untuk melakukan terobosan-terobosan baru di pusat-pusat ekonomi baru yaitu di rumah-rumah (home economy) dan ekonomi komunitas. Pandemi ini juga memunculkan kemajuan penggunaan teknologi digital seperti artifical intelligence hingga digitalisasi di semua sektor. Sehingga dua hal penting ini harus disadari generasi milenial (mahasiswa ) untuk memilih menjadi pemain penting atau menjadi penonton, karena ketika kita akan menjadi penonton maka kita akan menjadi bagian dari pengangguran terdidik. Rudy juga menyinggung mengenai pernyataan Sekjen Kemnaker, Anwar Sanusi bahwa pengangguran terdidik di masa pandemi ini semakin tinggi, sehingga membutuhkan peran generasi milenial terdidik untuk ambil peran melakukan inovasi-inovasi baru.

Rudy Suryanto juga menyinggung angka kenaikan pengangguran di pedesaan serta adanya trend untuk kembali ke desa. Karena adanya pandemi, banyak orang pulang kembali ke desa dan berusaha untuk menciptakan lapangan kerja baru desa. Ini akan menjadi trend baru masyarakat untuk kembali membangun desa dan menciptakan pusat-pusat ekonomi baru di desa. Selain itu Rudy juga berbicara mengenai pembangunan SDGs jangan sampai keluar dari jalur seperti banyak melakukan pembangunan fisik (membangun gedung, saluran air hingga wifi), namun tidak memiliki manfaat secara berkelanjutan.

Rudy Suryanto Menyampaikan Pemaparan Materi di Konferensi BEM Faperta UNS

Rudy mengingatkan generasi milenial terutama mahasiswa Faperta UNS bahwa tujuan awal didik sebagai mahasiswa pertanian harus memahami masalah pertanian di pedesaan secara komprehensif. Misalnya adalah terkait SDGs Desa jangan terpaku pada masalah-masalah fisik semata, masalah utama yang perlu dientaskan adalah persoalan kemiskinan, akses desa terhadap pasar kerja dan pasar industri penjualan hasil-hasil pangan dan penciptaan pusat-pusat unggulan baru di desa. Rudy menjelaskan bahwa kucuran dana desa yang mencapai ratusan trilyun harusnya bisa dilihat sebagai upaya membangun peningkatan (scale up) di bidang sumber daya manusia bukan hanya semata pembangunan fisik kantor desa atau jembatan.

Kucuran-kucuran dana ini harusnya bisa diolah pendamping desa, pemerintahan desa, masyarakat desa hingga generasi milenial yang mengambil peran di desa untuk menata kembali kelembagaan desa, membangun sistem ekonomi baru dengan menciptakan potensi-potensi utama desa sebagai nilai jual dan nilai tambah, membuka mata rantai pasokan agar produk-produk unggulan desa dapat terserap ke pasar kota hingga membangun kembali Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai ujung tombak peningkatan kesejahteraan warga desa. salah satunya dengan meningkatkan softskill masyarakat desa untuk mengelola unit-unit usaha baru secara profesional dan transparan sesuai dengan payung hukum yang ada di bawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Anda dapat menonton Pemaparan Rudy Suryanto dalam Konferensi BEM Faperta UNS melalui link di bawah ini:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top