Blog Bumdes.id

Antara Angkringan dan Thiwul

Tamu Joglo Meravi sore ini adalah Pak Gunadi dari Desa Ngerangan Klaten. Menerobos hujan dari Bayat sampai Sleman, pertemuan sore itupun akhirnya jadi, setelah bbrp waktu tertunda.

Desa Ngerangan di Bayat, Sleman ini naik daun di masa pandemi. Saat desa lain terpuruk, desa ini justru bangkit dengan berbagai inovasi.

“Kami membuka 32 Usaha skala kecil dalam konsep Satu RT Satu Usaha. Masing-masing usaha kurang lebih melibatkan 10 orang, sehingga ada 300an warga yang bisa diberdayakan”

Kok bisa? Dananya dari mana ?

Ini yang menarik. Program tersebut dirintis bukan dari anggaran APBD ataupun APBDes, tetapi dari gotong royong swadaya warga.

“Contong Kampung Thiwul pak Rudy. Lahan pakai lahan milik Pak RT, kurang lebih 700m persegi. Untuk gasebo kita gotong royong nebang bambu dan ilalang. Gapuranya kita pakai ecobrick memanfaatkan botoh plastik dan limbah kayu. Satu-satu bahan yang kita beli hanya paku. “

Gila. Cadas. Keren !!!!

Pak Gunadi adalah Direktur Bumdes yang per November lalu harus mundur dari jabatan, karena kesibukannya sebagai Guru SD tidak memungkinkan lagi membagi waktu.

Sebelumnya Pak Gunadi sukses membangun branding Desa Ngerangan sebagai desa cikal bakal angkringan. Kampung Thiwul besutannya juga saat ini mampu menarik 5000 pengunjung setiap bulan dari berbagai daerah di Jateng. Tidak heran atas prestasijya diberi apresiasi pemprov untuk dana Rp500 juta untuk pengembangan wisata desa.

“Saya masih punya cita-cita bagaimana ini bisa berkembang. Warga des ternyata kalau diberi kesempatan dan bimbingan ternyata bisa memberikan hasil yang hebat”.

Seriring dengan hiruk pikuk sertifikasi badan hukum, perpres alokasi dana desa untuk BLT dan ketahanan pangan, ternyata masih ada asa di desa.

Kuncinya kembali ke jatidiri. Gotongroyong adalah kekuatan inti desa.

#TerusBergerak

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top