Bumdes.id – Mendudukkan BUMDes sebagai lembaga ekonomi desa yang memiliki peran penting sebagai lokomotif perubahan memerlukan langkah yang amat panjang. Banyak tantangan yang perlu dibereskan seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemetaan potensi desa yang bisa dikembangkan serta paling penting adalah manajemen dan tata kelola BUMDes yang sudah profesional.
Pada pelatihan Deepening Desa BRILian yang digelar Bank BRI dan Bumdes.id yang diikuti kurang lebih 160 peserta dari direktur BUMDes, anggota BPD, manajer unit usaha BUMDes hingga staf BUMDes. Bank BRI dan Bumdes.id membekali peserta untuk mempersiapkan diri mendorong BUMDes sebagai lokomotif ekonomi desa. Bagaimana caranya?
Untuk menjawab tantangan ini, Bumdes.id menerjunkan senior konsultan yang telah berpengalaman mendampingi ribuan desa dalam seleksi Desa BRILian tahun 2021 yakni Khatami Angga Kusumah, S.Ak untuk memberikan materi mengenai pemetaan potensi ekonomi desa untuk mendorong peran aktif BUMDes sebagai lokomotif perubahan desa.
Khatami mengawali materi dengan tiga pertanyaan dasar yang mengawali BUMDes berdiri. Pertama, apakah BUMDes di desa peserta didirikan hanya untuk memenuhi aturan yang baru saja disahkan? Atau karena adanya kewajiban pembentukan untuk menerima dana hibah dari negara?. Kedua, apakah BUMDes didirikan karena ikut-ikutan semata dengan desa lain?. Ketiga, apakah BUMDes didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang hadir di masyarakat desa dan melihat berbagai potensi yang belum dimaksimalkan?
Dengan tiga pertanyaan asesmen di atas, Khatami mengajak peserta untuk melakukan pemetaan (mapping) mendorong BUMDes berubah dari sekedar badan usaha biasa dengan bertransformasi menjadi badan usaha pendorong perubahan ekonomi desa. Salah satunya dengan memetakan potensi desa yang akan diintegrasikan dengan BUMDes sebagai solusi.
Langkah pertama adalah melakukan pemetaan potensi yang dilanjutkan dengan clustering usaha-usaha yang akan dijalankan. Misalnya dengan memecah menjadi dua klaster. Klaster pertama adalah usaha bidang ekonomi seperti jasa, perdagangan dan produksi. Sementara klaster kedua adalah usaha di bidang pelayanan seperti pengolahan air bersih PAM, pengolahan sampah desa, listrik desa dan bahkan kesehatan masyarakat.
Langkah clustering ini nanti akan memudahkan proses pemetaan pengembangan dari melacak pencarian pendanaan. Apakah desa dan BUMDes sudah mendapat dana hibah dari negara berupa APBN/APBD/Dana desa yang masuk melalui APBDesa? Atau jika belum mendapatkan karena masih sedang proses. Bisa mencoba skema pendanaan swasta seperti melibatkan CSR dari perusahaan-perusahaan besar.
Selanjutnya peserta juga mendapat proses dan tahapan cara mendirikan unit usaha BUMDes mulai dengan memetakan kekuatan lima pilar meliputi input (kekuatan), proses (tahapan), output (produk dan jasa yang akan dijual), outcome (sasaran yang akan dicapai dalam jangka panjang), impact (hasil yang berdampak bagi desa).
Materi dari Khatami ditutup dengan praktek langsung penyusunan pemataan bentang alam dan potensi yang bisa dikembangkan BUMDes secara langsung. (Subandi)