Beberapa tahun lalu, tak banyak pilihan bagi pemuda Desa Karangrejek. Desanya yang tandus tidak memberikan harapan hidup bagi masa depan. Alhasil, para pemuda desa ini memilih pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan bagi masa depan mereka.
Tapi itu dulu, kini Desa Karangrejek telah berubah. Desa yang dulu dikenal tandus dan wira-wiri menjadi berita di media massa karena kekeringan itu, kini sudah memiliki kemampuan mengalirkan air langsung ke setiap rumah warga. Semua itu terjadi berkat BUMDes yang berhasil mengelola perusahaan air bersih di desanya.
Hebatnya, bukan hanya membuat air mengalir sampai ke rumah warga saja yang dilakukan BUMDes di desa ini. Melainkan juga berhasil menciptakan pendapatan bagi desanya. Prestasi ini membuat Karangrejek menjadi salahsatu desa percontohan pengelolaan BUMDes yang mampu menjawab masalah sosial sekaligus menghasilkan laba profit yang mencengangkan.
“Desa kami dulu adalah desa yang miskin. Zaman orde baru desa kami masuk IDT (Inpres Desa Tertinggal). Anak-anak muda tidak ada yang betah tinggal di desa. Setelah lulus sekolah mereka langsung merantau ke kota,” kata kata Ton Martono, Direktur Bumdes Karangrejek membuka cerita getir sejarah transformasi desanya.
Ton Martono lalu mengisahkan perjuangannya bersama warga merintis usaha air bersih yang dikelola oleh Bumdes dari nol. “Kami bertekad bahwa kami harus membuat perubahan. Tanpa air, desa kami tidak akan pernah berkembang,” katanya. Mereka lalu membuat surat dan menghadap Rektor UGM, meminta desanya menjadi tempat KKN mahasiswa UGM, khususnya dari mahasiswa geologi. Permintaan tersebut dipenuhi akhirnya oleh UGM dan dimulailah pemetaan sumber air oleh mahasiswa KKN dengan pinjaman alat dari UGM.
Masalah tak berhenti sampai di sana. Pasca pemetaan sumber air dan pengidentifikasian titik gravitasi tertinggi, masalah baru justru datang dari pertanyaan bagaimana mengebor sumur dengan kedalaman 150 m di bawah tanah. Proses pengeboran tersebut tentu memerlukan alat berat dan tenaga ahli yang setelah dihitung total membutuhkan dana Rp800 juta.
Apa daya keuangan belum mencukupi. Hanya ada 10 juta rupiah di tangan. Pengurus kemudian melakukan langkah nekat, semua sertifikat tanah pribadi milik pengurus dikumpulkan. Maju ke Bank, lantas mengajukan kredit. Namun penolakan pihak bank-lah yang justru menyambut upaya tersebut. Hingga akhirnya pengajuan proyek pengeboran mereka goal dengan biaya Hibah dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Langkah berikutnya ialah pengeboran yang dilakukan oleh pihak PU dan dibantu tenaga ahli dari PDAM. Hasil tak mengkhianati usaha, air alami nan jernih itupun menyembur dengan deras. Masalahnya kemudian, karena fokus pada upaya pengeboran mereka lupa akan menyiapkan penampungan air.
Singkat cerita satu persatu masalah datang dan bisa diselesaikan dengan baik dengan kekompakan Pemerintah Desa, Pengurus Bumdes, dan masyarakat. Mereka berangkat dari mimpi yang sama, bahwa nasib desa harus diubah, dan mereka sendiri yang melakukannya. Saat ini, usaha air bersih yang dikelola BUMDes Karangrejek sudah tembus omzet Rp.6 milyar per tahun.
BUMDes juga telah melakukan pengeboran pada titik mata air yang baru. Ini dilakukan untuk menambah debit air bagi warga. BUMDes juga telah mengembangkan unit usahanya.
Tidak hanya pengelolaan air bersih saja, BUMDes Karangrejek juga telah mengembangkan berbagai unit usha lain. Tercatat, Bumdes Karangrejek baru saja menyelesaikan pembangunan 48 ruko di rest area arah pantai Baron, menelan dana Rp1.6 milyar, semua dibiayai oleh Bumdes. Untuk memudahkan warga desa, Bumdes juga telah membelikan mobil Ambulance yang bisa dipakai secara gratis.
Demi menunjang kualitas pendidikan anak-anak desa, puluhan siswa pandai yang kurang mampu juga diberi beasiswa untuk dapat melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Sumur bor baru dengan kedalaman 150 meter. “ Dibiayai dengan uang BUMDes,,” ujar Ton Martono.
Total dana yang diperlukan mencapai 1.8 Milyar. Pembangunan tersebut sepenuhnya dibiayai sendiri oleh Bumdes. Fasilitas tersebut selanjutnya akan disalurkan ke warga di lima desa sekitar. Berdasarkan perkembangan ini, tidak butuh waktu lama untuk Bumdes Karangrejek pendapatannya menembus angka Rp12 milyar. Bertansformasi dari desa yang paling miskin, menjadi desa yang kaya, semua serba mungkin berkat dana desa dan Bumdes.
Perjuangan penuh kesulitan diawal merintis Bumdes, saat ini telah berbuah manis. “Mengelola Bumdes itu mudah. Kuncinya hanya satu, pengurusnya tidak boleh putus asa,” tandas Pak Ton Martono.
Gambaran kehidupan yang berbalik 180 derajat tersebut nyatanya mampu meyakinkan warga desa, bahwa kemiskinan dan kekeringan bukanlah karma. Semua impian warga, utamanya anak-anak muda sebagai generasi penerus desa, akan tercapai dengan mengerahkan kemampuan dan keyakinan dalam dirinya.(time bumdes.id)