Bumdes.id – Bagaimana BUMDes dapat meningkatkan daya saing produk-produk unggulan desa? Pertanyaan inilah yang mendorong Bank BRI dan Bumdes.id memasukkan materi penguatan branding produk desa dalam Deepening Desa BRILian 2023 agar BUMDes memiliki nilai daya saing untuk mengkapitalisasi produk-produk unggulan.
Bumdes.id menghadirkan Imam Syafii, founder dan owner Satoeasa, Konsultan digital marketing terkemuka di Yogyakarta yang berpengalaman mendampingi umkm dan BUMDes di Yogyakarta.
Imam Syafii berpesan agar pengurus BUMDes ketika memulai strategi marketing produk-produk unggulan desa agar memisahkan tiga tahapan yang disebut dengan marketing – selling dan kemudian branding.
Imam menggarisbawahi bahwa proses memasarkan berbeda dengan proses menjual dan apalagi branding. Karena tahapannya selalu diawali dari memasarkan terlebih dahulu. Proses pemasaran adalah prosedur menciptakan kebutuhan dan keinginan pasar.
Misalnya jika sebuah BUMDes ingin memasarkan produk-produk digital toko desa, maka membuat brosur dan flyer adalah bagian dari proses pemasaran. Imam membuat contoh dari produk susu lactamil dan SGM milik sarihusada dimana proses marketing adalah menciptakan pasar di kelas yang berbeda. Lactamil untuk ibu hamil dan SGM eksplor untuk anak-anak balita dan batita.
Selanjutnya proses setelah marketing adalah menjual (selling). Proses ini menurut Imam Syafii dapat diadopsi BUMDes untuk menciptakan tangible aset (aset berbentuk fisik yaitu produk-produk unggulan desa). Sementara disisi lain, branding adalah menciptakan intangible asset (aset tak benda).
Apa beda keduanya? Selling atau penjualan berfokus kepada penjualan produk-produk fisik yang dapat menghasilkan uang. Sementara branding adalah citra atau proses yang mengiringi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait penggunaan (pembelian produk).
Oleh karena itu, Imam Syafii memberi wejangan. Ketika produk-produk BUMDes didorong naik kelas menjadi branding. Maka ada banyak hal yang perlu diperhatikan seperti adanya logo yang baik, pembuatan slogan, kemasan yang eye catching dan juga adanya merk yang mudah diingat. Hal ini disebut dengan branding sebagai intangible aset (aset tak benda)